True love doesn't have a happy ending;
True love doesn't have an ending - Anonymous
Semua
membisu. Setengah jam berlalu tanpa kata. Taksi yang meluncur siang itu di jalan Let. Jend. Suprapto menjadi saksi
perubahan sikap masku. Mas Salim Ansari yang sudah sangat lama kukenal, hari
ini berubah. Tak ada lagi Masku yang periang, tak ada lagi gelak tawa & candanya
yang kerap menghiburku. Tak ada lagi sosok pelindung yang memberikan perhatian
penuh dan selalu memanjakanku. Matanya tak lagi memancarkan kecintaan.
Menatapku saja ia takut.
Pagi itu
aku bersiap menjemput Masku yang akan pulang dari Pesantren. Pesan singkat yang
dikirimkan Ibu Hanna padaku semalam merupakan kabar gembira yang telah aku
tunggu selama enam tahun.
Masku kembali.
Selama enam
tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Daar El-Qolam, tak sekalipun dia
mengirimkan kabar padaku. Tidak surat, tidak SMS, apalagi telepon. Untunglah
Ibu Hanna mengerti kekhawatiranku. Ia secara rutin mengabari kemajuan putranya
selama menimba ilmu disana. Ibu Hanna sudah seperti ibuku sendiri. Ibu Masku
yang berumur 50-an itu memang sosok Ibu yang mengayomi anak-anaknya.
“Mas Salim!!”
kuteriakkan namanya saat Masku menjejakkan kaki dari dalam kereta di Stasiun
Senen, bersebelahan dengan Rahman—rekannya yang juga sahabat kami sejak kecil. Ketika
melihatku, mereka tampak terkejut dan mengalihkan pandangannya.
Tak ada
jawaban. Masku menunduk, berpikir lama. Ada yang aneh dengannya.
Sangat sulit
memaksanya untuk naik taksi bersamaku. Tak ada alasan, tak ada penjelasan yang
keluar dari mulutnya. Hanya satu syarat yang diajukan, Rahman ikut bersama kami di dalam taksi tersebut.
Sepanjang
perjalanan pulang, tak ada percakapan di antara kami. Setelah sampai di rumah
Masku, Rahman melanjutkan perjalanannya dengan taksi yang sama.
“Lin, matur nuwun ya udah jemput Salim.” Ibu Hanna memberikan sedikit oleh-oleh yang dibawa
Masku.
“Sama-sama
bu,” kataku. “Salam untuk Mas Salim ya bu, Lina pamit dulu.”
***
Dek,
jika sesuatu terjadi pada mas yang menyebabkan rusaknya wajah mas, apakah adek tetap
mencintai mas?
Mas
ingin menjaga kesucian adek, yang selama ini kita lakukan belum tentu
mendatangkan ridha Allah, Mas takut malah sebaliknya. Coba pikirkan, kalau adek
menikah dengan pria yang sudah pernah berpacaran dengan orang lain, bagaimana
perasaan adek?
Pesan singkat
itu dikirimkan Masku semalam. Sudah jelas ada yang berbeda dengannya. Sebelum
berangkat mondok, Masku masih bersikap normal. Kami sudah menjalin hubungan
cukup lama. Bahkan kami sudah saling mengenal sejak kecil.
Mas ingin menjaga kesucian adek, yang selama
ini kita lakukan belum tentu mendatangkan ridha Allah, Mas takut malah
sebaliknya. Kalimat itu terus terngiang olehku. Benarkah begitu? Apa yang
sudah aku perbuat sehingga Allah tidak meridhai hubungan kita?
Apakah
sebuah dosa apabila saling mencintai? Apakah sebuah kesalahan menaruh harapan
kepada seorang pria? Bukankah Mas sendiri yang selama ini menjanjikan harapan
padaku?
Bagaimana
aku harus mengerti semua ini Mas?
“Lin,
sudahlah lupakan saja si Salim itu. Masih banyak pria lain yang jauh lebih baik
daripada dia.” Ibuku membuyarkan lamunanku. “Minggu depan Airlangga akan
berkunjung kemari. Kau persiapkan semuanya baik-baik. Ibu dan ayahmu yakin dia yang
paling pantas untuk kamu. Tak usah mengharapkan yang tidak jelas.”
***
Siang
itu aku sibuk menyiapkan kejutan untuk Masku. Hari ini ulang tahunnya yang
kedua puluh lima. Aku pikir ini kesempatan bagus untuk dapat berkunjung
kerumahnya. Sudah dua minggu ini ia tidak memberikan kabar. Tak seperti
biasanya. Sewaktu SMA, kami selalu berdua dan bersama kemanapun—naik motor bersama, nonton
bersama, ngaji bersama, mengerjakan PR bersama. Dia yang selalu memberikan
seribu alasan agar aku berbaik sangka terhadap apapun, dia yang memadamkan
emosiku dan mengerti segala kekuranganku. Tapi sekarang? Sikapnya berubah
seratus delapan puluh derajat.
Setibanya
di rumah Masku, bu Hanna menyambut dengan hangat.
“Neng Lina,
tumben jarang main kesini?” sapanya. “Waah repot-repot segala. Kalau kesini nggak
usah bawa apa-apa nduk.” katanya
seraya tersenyum
“Nggak
papa bu. Mas Salimnya ada?” tanyaku
Senyum
bu Hanna seketika hilang. “Salim sedang cari kerja Lin, sama Rahman. Dari pagi
tadi. Mau ditunggu? Mungkin sebentar lagi dia pulang.”
Cari kerja? Saat hari ulang tahunnya?
Masku memang berasal dari keluarga yang mandiri dan
pekerja keras. Dia anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya merantau
ke Malaysia dan tidak pernah kembali. Kabarnya sudah berkeluarga di sana, namun
masih sering mengirimkan uang hampir tiap bulan untuk keluarganya di Indonesia.
Kakak keduanya diajak bekerja di kapal pesiar oleh kenalan Ayahnya. Sampai saat
ini ia tak pernah memberikan kabar. Terakhir kali terdengar kabar sedang berada
di kapal pesiar Sun Princess di
daerah Bali. Itupun sudah empat tahun yang lalu.
Masku
juga seorang anak yatim, Ayahnya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Karena
alasan itulah kedua kakaknya pergi merantau untuk membantu keuangan keluarga
mereka.
“Bu, ingat nggak kalau hari ini Mas Salim ulang tahun?”
tanyaku mengingatkan.
“Ndak
Lin,” jawabnya. “ooiya... 10 November ya?”
“Betul
bu, ini Lina bawakan kue tart untuk Mas Salim, semoga Mas suka ya bu.” kataku
sambil tersenyum.
Nyatanya,
Masku pulang larut malam. Ia langsung masuk kamar tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Hanya salam, cium tangan ibu dan sedikit senyum untukku. Kejutan yang
kubuat semuanya sia-sia. Ucapan selamat ulang tahun dariku tidak digubrisnya,
bahkan dia tidak mau menjabat tanganku. Bu Hanna segera menyusul ke kamarnya. Tak
berapa lama, beliau keluar dengan membawa sesuatu.
“Ini
untukmu Lin, dari Salim” Bu Hanna menyodorkan pemberian dari Masku.
Kubuka
bungkusan plastiknya.
Buku?
Tiga
buah buku berjudul Menjadi Muslimah
Kaffah, Di Balik Kemuliaan Jilbab dan
Pacaran Islami?
***
Malam
bulan purnama. Langit terang benderang. Namun hatiku suram. Perasaanku
bercampur aduk. Masku yang sangat paham dengan kebiasaanku yang tidak suka
membaca, hari ini memberiku buku. Tidak tanggung-tanggung, tiga buku sekaligus.
“Lin, ini foto Airlangga. Tampan kan? Kamu pasti nggak nyesel
dengan pilihan ibumu.” Ibuku menyodorkan sebuah foto, laki-laki gagah,
berperawakan tinggi dan besar. Memakai jas hitam, sedang duduk membelakangi
papan bertuliskan “KANTOR ADVOKAT & KONSULTAN HUKUM AIRLANGGA”.
Airlangga—seorang pengacara yang akan dijodohkan denganku, besok akan melamarku
secara resmi. Tak kuasa untuk menolak keinginan orangtuaku. Apakah ini yang disebut jodoh?
Walaupun sudah lama berpacaran dengan Mas Salim, tak
sekalipun Ibu dan Ayahku menyetujuinya. Seringkali kami keluar tanpa
sepengetahuan Ibu dan Ayah. Berbanding terbalik dengan Ibu Hanna yang amat
peduli padaku.
Tapi,
saat ini Masku sudah berubah.
Rasanya percuma untuk mengharapkan dia kembali seperti dulu.
Kubuka
sebuah buku yang diberikan olehnya, berjudul Pacaran Islami? Beberapa halaman sudah dilipat, bahkan sudah
ditandai berwarna.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: ‘Apabila
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berduaan, maka yang ketiga adalah
setan.’ begitu bunyi salah satu kutipan di buku Pacaran Islami? yang sudah ditandai dengan stabilo.
Jadi ini
salah satu sebab Masku tidak mau berduaan denganku lagi? Terjawab sudah mengapa
dia selalu menghindar dariku. Ketika naik taksi, dia minta ditemani oleh Rahman,
jelas karena tidak ingin duduk berdua denganku di kursi belakang. Setelahnya
tak pernah dia mengunjungiku.
Dari
Abu Hurairah R.A.
bahwa Rasulullah SAW.
telah bersabda yang artinya, ‘Kedua
mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu bisa melakukan zina, kedua kaki
itu bisa melakukan
zina (HR
Bukhari &
Muslim)’
‘Kedua mata zinanya memandang, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bergunjing, tangan zinanya memaksa, kaki
zinanya melangkah dengan
hati yang berhasrat, berharap
dan berangan-angan.....
(HR Bukhari)’
Membaca kutipan-kutipan tersebut membuatku merinding.
Benarkah demikian?
’Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan
dengan wanita ketika berbaiat.’ (HR. Ahmad)
‘Lebih baik memegang bara api yang
panas dari pada menyentuh
seorang wanita yang tidak halal baginya.’ (HR. ath-Thabrani).
Pantas Mas Salim tidak mau membalas jabat tanganku ketika
mengucapkan selamat ulang tahun.
Beralih
ke buku Di Balik Kemuliaan Jilbab, beberapa
yang ditandai Masku:
‘Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.” (Q.S. Al Ahzab:59)’
‘
.....dan janganlah menampakkan perhiasan mereka.... (Q.S. An Nur:31)’
‘…dan kaum wanita yang berpakaian
tetapi telanjang (karena pakaiannya tipis dan tembus pandang), kepala mereka
seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk syurga...
(HR. Muslim)’
‘Islam tidak merendahkan kaum
wanita, Islam menjaga hak-hak wanita, melindungi dan menjunjung tinggi harkat
wanita’
Kubolak-balik halaman demi halaman. Secarik kertas
terjatuh dari tengah buku Menjadi
Muslimah Kaffah. Selembar kertas yang dilipat dua. Kubuka lipatannya.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dek, maafkan sikap mas yang pasti membuatmu bingung. Mas
tidak berubah sama sekali. Perasaan mas masih sama seperti dulu. Namun mas
butuh waktu untuk merenung dan menentukan sikap yang terbaik untuk kita. Saat
ini mas belum mempunyai mata pencaharian. Sebagai kepala keluarga nantinya,
minimal mas harus sudah bekerja untuk menghidupi kita berdua kelak. Mas tidak
mau menjadi beban dalam keluarga.
Disamping itu, mas masih perlu banyak memperdalam ilmu
keislaman, seperti yang pernah mas sampaikan lewat SMS, masih banyak
pertanyaan-pertanyaan yang perlu mas pelajari agar kita tidak salah jalan. Adek
tidak mau kan kalau kita melakukan perbuatan yang dilarang syariat? Untuk itu,
mas harap adek mau mengerti dan sama-sama belajar mendalami Islam.
Ini mas belikan beberapa buku keislaman yang mas harap
sesuai dengan kebutuhan adek. Dibaca yaa :)
Oiya, mas mau manyampaikan syair di bawah ini untuk adek:
Dikedalaman
hatiku tersembunyi harapan yang suci
Tak
perlu engkau menyangsikan
Lewat
kesalihanmu yang terukir menghiasi dirimu
Tak
perlu dengan kata-kata
Sungguh
walau kukelu tuk mengungkapkan perasaanku
Namun
penantianmu pada diriku jangan salahkan
Kalau
memang kau pilihkan aku
Tunggu
sampai aku datang nanti
Kubawa
kau pergi kesyurga abadi
Kini
belumlah saatnya aku membalas cintamu
Nantikanku
dibatas waktu*
Tunggu mas ya dek :)
*Note: lirik nasyid edCoustic, kesukaan Mas waktu di
pondok, hehehe
Mas,
maafkan aku ya atas kebodohanku selama ini. Aku salut dengan kegigihan Mas
untuk belajar. Terima kasih banyak atas hadiah bukunya. Semoga lewat hadiah ini
Lina bisa mendapatkan hidayah. Doakan Lina ya Mas.
SEND
Mas
selalu mendoakan yang terbaik untuk adek. Maafkan Mas juga ya sudah
mengecewakanmu hari ini. Ketahuilah dek, ulang tahun bukan momen yang patut
kita rayakan, tapi selayaknya kita renungkan karena umur kita semakin
berkurang. Ulang tahun sama sekali tidak memiliki akar sejarah dalam Islam.
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam golongan
mereka. Lebih baik berhati-hati ya dek.
Bijak
sekali kata-kata Masku. Ya Allah sang pencipta hati, teguhkanlah hati hamba.
Persatukan kami yang mencintai karena-Mu. Sesungguhnya hanya Engkau yang
mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya. Jangan uji hamba dengan sesuatu
yang tidak sanggup hamba jalani. Berikanlah yang terbaik untuk kami ya Rabb.
Amin.
***
Hari ini
Airlangga berkunjung ke rumah bersama kedua orangtua dan kerabatnya. Ibu dan
Ayahku sangat bersemangat menyambut mereka. Beberapa kali Ibu menyuruhku untuk
bergabung ke ruang tamu, tapi aku menolak. Sampai Ayahku ikut turun tangan, ia
berkeras menyuruhku untuk menemui Airlangga. Setelah debat yang cukup alot
dengan mereka, akhirnya aku bersedia untuk membawakan suguhan ke ruang tamu.
Hanya itu. Setelah membawakan minuman dan beberapa kue, aku balik mengunci diri
di dalam kamar.
Tak
berapa lama, handphoneku berdering. Mas
Salim? Kulihat nomor Masku disela bunyi dering panggilan masuk. Tidak
mungkin Masku menelepon. Perasaanku berubah gembira seketika.
“Assala... mu... alaikum Lin...” Suara Bu Hanna terdengar
serak.
“Wa’alaikumsalam.
Ada apa bu? Suara Ibu kok serak begitu?” tanyaku khawatir
“Salim Lin.... Sa.. lim... kece... la.. kaan...”
Astaghfirullahaladziem
“Ibu dimana sekarang? Baik bu, Lina segera kesana.”
Air mataku mengalir, tubuhku serasa tak bisa digerakkan. Inikah jalanMu Tuhan?
***
Sudah sejam Masku berada di ruang UGD. Hanya aku yang
mendampingi Bu Hanna, karena tidak ada keluarga lainnya yang tinggal di
Jakarta. Kudengar dari Ibu bahwa Masku terserempet truk kontener. Motor yang
dikendarainya masuk lubang dan rencananya hari ini ada panggilan interview
kerja untuk Masku.
Kami tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan. Berkali-kali
aku menguatkan Ibu agar tidak menangis, padahal aku sendiri amat tertekan. Tak
lama kemudian salah satu dokter keluar mengabari kami.
“Dia sudah sadar, tapi butuh istirahat. Kondisinya cukup
parah. Ada memar dan luka robek di bagian kepala. Dikhawatirkan beliau
mengalami gegar otak. Setelah ini masih ada beberapa tahap lanjutan.”
Ya Rob, Yassir wa la tuassir. Permudahkanlah ya Rabb. Sembuhkan Masku.
***
Esoknya,
berita mengejutkan kembali kudengar. Kantor Advokat & Konsultan Hukum
Airlangga digerebek polisi. Beberapa asisten ditahan dan dimintai keterangan
terkait dugaan kasus suap Airlangga dengan beberapa pejabat pemerintah.
Airlangga sendiri melarikan diri dan masih belum diketahui keberadaannya.
Allah
Maha Adil. Di tengah musibah yang melanda, Dia memberikan jalan keluar untukku.
Kini Ibu dan Ayah lebih menerima hubunganku dengan Mas Salim walaupun
kondisinya belum membaik.
Kami
berempat—aku, Ibu dan Ayahku serta Ibu Hanna—dipanggil menghadap ke ruang ICU.
Dokter yang menangani semalam menjelaskan bahwa Masku menderita amnesia. Gegar
otak yang dialaminya cukup parah dan sekarang dia tidak ingat siapa-siapa.
Butuh perawatan yang cukup lama agar ingatannya dapat pulih kembali. Beberapa
bulan ke depan aku rutin membimbing Masku untuk mengenal kembali dirinya.
Kalau memang kau pilihkan aku
Tunggu sampai aku datang nanti
Kubawa kau pergi kesyurga abadi
Aku akan selalu menunggumu Mas. Kita perdalam sama-sama
dien yang indah ini. Allah sudah merencanakan yang terbaik untuk kita. Inna ma’al usri yusro. Sesungguhnya
setelah kesulitan ada kemudahan. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik
di mata Allah dan apa yang menurut kita buruk, belum tentu buruk di
hadapan-Nya. Allah punya rencana indah.
Kini belumlah saatnya aku membalas cintamu
Nantikanku dibatas waktu
***
Aidan Adnan - Mei 2015